Sejarah Nama Belitong
Tahun 2014 saya menulis nama Pulau Belitung sudah dikenal oleh para pelaut dunia sekurang-kurangnya sejak pertengahan abad ke-17. Namun temuan baru yang saya peroleh menunjukkan nama Pulau Belitung setidaknya sudah dikenal sejak abad ke-16.
Rujukannya yakni Peta Giacomo Gastaldi berjudul ‘Il
Disegno Della Terza Parte Dell' Asia’ yang artinya kurang lebih, Desain Asia
Bagian Ketiga. Peta ini diterbitkan di Roma, Italia pada tahun 1580. Namun
penyusunan peta ini sudah berlangsung jauh sebelumnya yakni pada tahun 1565 di
mana Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Beleiton’.
Sedangkan rujukan di abad ke-17 adalah sebuah peta
Indonesia karya Nicholas Sanson yang dipublikasikan di Paris, Prancis pada
1657. Dalam peta tersebut, Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Billeton’. Namun
bentuknya masih belum digambarkan dengan jelas dan bahkan jauh dari bentuk asli
Pulau Belitung yang kita kenal saat ini.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 1668 Jan de Harde menjadi Orang Belanda pertama yang melakukan ekspedisi ke Pulau Belitung. Dalam catatan perjalannya, Pulau Belitung ditulis dengan nama Billitongh, Billitong, dan Blitongh.
Pada 1687, sebuah peta yang menggambarkan Indonesia bagian barat karya Jean Baptiste Nolin menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billiton’. Namun peta inipun tak memberikan gambaran yang jelas mengenai bentuk asli Pulau Belitung.
Baru setelah memasuki abad ke-18, gambaran mengenai bentuk asli Pulau Belitung mulai disajikan lebih baik. Salah satunya terlihat dari peta Laut Jawa karya Johannes van Keulen yang diterbitkan di Amsterdam Belanda pada 1728 silam.
Dalam peta itu Keulen menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billeton’. Keulen juga mencantumkan dua nama tempat yang hingga saat ini masih dikenal yakni Lenggang dan Balok.
Buku terbitan 1887, Herinneringen aan Blitong: historisch, lithologisch, mineralogisch, geographisch, geologisch en mijnbouwkundig karya Cornelis de Groot memberikan pandangan baru terhadap penyebutan nama Pulau Belitung. De Groot mengatakan kurun 1745-1765 Pulau Belitung dikenal dengan nama ‘Bliton’.
Ia menjelaskan, penulisan kata ‘Bliton’ secara umum dipraktekkan dalam surat menyurat atau surat keputusan (besluit) Pemerintah Hindia-Belanda, Dewan Negeri Belanda, dan Direksi VOC di Amsterdam. Kemudian pada 1815-1851, secara umum nama pulau ini ditulis Billiton dan sebagian lagi Biliton.
De Groot menjadi orang pertama yang mengoreksi cara penulisan tersebut. Menurut dia, penduduk Pulau Belitung menyebut pulau tempat mereka tinggal dengan nama ‘Blitong’ yang dalam penulisan atau informasi lainnya tidak pernah sekalipun diubah.
Pada 1856, Pieter Baron Melvill van Carnbee membuat peta Pulau Belitung dengan bentuk yang hampir sempurna. Peta tersebut diberi judul ‘Kaart van de afdeeling Billiton (of Blitong)’. Tahun 1892, Dr. I. Dornseiffen merilis Atlas van Nederlandsch Oost- en West-Indie di Amsterdam, Belanda.
Dalam peta tersebut, Dornseiffen menulis peta Pulau Belitong dengan tulisan ‘Blitong’. Namun setahun kemudian yakni pada 1893, Peta Indonesia yang dirilis oleh Witkamp telah menuliskan nama Pulau Belitung dengan tulisan ‘Belitoeng’.
Merujuk pada ejaan Belanda, cara penulisan Witkamp tersebut akan membuat pulau ini dibaca dengan bunyi ‘Belitung’. Penyebutan ini terus bertahan hingga kini dan dikenal secara luas di tingkat Nasional, tapi dalam Peta Dunia, Pulau Belitung masih dikenal dengan sebutan Billiton.
Dalam konteks ini, saya tidak bisa menyembunyikan perasaan untuk memberikan apresiasi terhadap Cornelis de Groot. Saya pikir dia adalah orang pertama yang berusaha untuk mengembalikan nama asli pulau ini.
“Secara resmi tulisan saya sekarang Billiton, tapi jika tidak (resmi) saya tetap menulis ‘Blitong (Billiton)’ sebagai upaya dalam rangka memulihkan nama sebuah pulau penting,” kata De Groot dalam bukunya.(Wahyu Kurniawan)
Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 1668 Jan de Harde menjadi Orang Belanda pertama yang melakukan ekspedisi ke Pulau Belitung. Dalam catatan perjalannya, Pulau Belitung ditulis dengan nama Billitongh, Billitong, dan Blitongh.
Pada 1687, sebuah peta yang menggambarkan Indonesia bagian barat karya Jean Baptiste Nolin menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billiton’. Namun peta inipun tak memberikan gambaran yang jelas mengenai bentuk asli Pulau Belitung.
Baru setelah memasuki abad ke-18, gambaran mengenai bentuk asli Pulau Belitung mulai disajikan lebih baik. Salah satunya terlihat dari peta Laut Jawa karya Johannes van Keulen yang diterbitkan di Amsterdam Belanda pada 1728 silam.
Dalam peta itu Keulen menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billeton’. Keulen juga mencantumkan dua nama tempat yang hingga saat ini masih dikenal yakni Lenggang dan Balok.
Buku terbitan 1887, Herinneringen aan Blitong: historisch, lithologisch, mineralogisch, geographisch, geologisch en mijnbouwkundig karya Cornelis de Groot memberikan pandangan baru terhadap penyebutan nama Pulau Belitung. De Groot mengatakan kurun 1745-1765 Pulau Belitung dikenal dengan nama ‘Bliton’.
Ia menjelaskan, penulisan kata ‘Bliton’ secara umum dipraktekkan dalam surat menyurat atau surat keputusan (besluit) Pemerintah Hindia-Belanda, Dewan Negeri Belanda, dan Direksi VOC di Amsterdam. Kemudian pada 1815-1851, secara umum nama pulau ini ditulis Billiton dan sebagian lagi Biliton.
De Groot menjadi orang pertama yang mengoreksi cara penulisan tersebut. Menurut dia, penduduk Pulau Belitung menyebut pulau tempat mereka tinggal dengan nama ‘Blitong’ yang dalam penulisan atau informasi lainnya tidak pernah sekalipun diubah.
Pada 1856, Pieter Baron Melvill van Carnbee membuat peta Pulau Belitung dengan bentuk yang hampir sempurna. Peta tersebut diberi judul ‘Kaart van de afdeeling Billiton (of Blitong)’. Tahun 1892, Dr. I. Dornseiffen merilis Atlas van Nederlandsch Oost- en West-Indie di Amsterdam, Belanda.
Dalam peta tersebut, Dornseiffen menulis peta Pulau Belitong dengan tulisan ‘Blitong’. Namun setahun kemudian yakni pada 1893, Peta Indonesia yang dirilis oleh Witkamp telah menuliskan nama Pulau Belitung dengan tulisan ‘Belitoeng’.
Merujuk pada ejaan Belanda, cara penulisan Witkamp tersebut akan membuat pulau ini dibaca dengan bunyi ‘Belitung’. Penyebutan ini terus bertahan hingga kini dan dikenal secara luas di tingkat Nasional, tapi dalam Peta Dunia, Pulau Belitung masih dikenal dengan sebutan Billiton.
Dalam konteks ini, saya tidak bisa menyembunyikan perasaan untuk memberikan apresiasi terhadap Cornelis de Groot. Saya pikir dia adalah orang pertama yang berusaha untuk mengembalikan nama asli pulau ini.
“Secara resmi tulisan saya sekarang Billiton, tapi jika tidak (resmi) saya tetap menulis ‘Blitong (Billiton)’ sebagai upaya dalam rangka memulihkan nama sebuah pulau penting,” kata De Groot dalam bukunya.(Wahyu Kurniawan)