Hunian Tradisional Belitong Dalam Literatur Kuno
Hunian tradisional Belitong memiliki empat ruang yang fungsinya sangat erat dengan syariat Islam.
Apa dalilnya?
Diriwiyatkan oleh De Groot dalam bukunya Herinneringen aan Blitong yang diterbitkan tahun 1887.
Pada halaman 311-313
Ada dua bentuk rumah, umumnya persegi panjang dan terkadang juga persegi.
Bangunan rumah dibangun di atas tiang setinggi 1,2 – 1,8 meter.
Seluruh ruangan dipakai untuk kediaman, hingga ada tangga di luar, di depan dan belakang rumah.
Tangga dibuat dari dua kayu keras yang dipasangi 1-2 pijakan kaki dari susunan kayu bulat selebar 30 sentimeter.
Kerangka lantai menggunakan susunan kayu bulat’
Sedangkan lantainya terbuat dari kulit kayu atau pohon nibong yang dibelah.
Sebuah rumah berukuran besar memiliki empat bagian yang lebar setiap bagiannya sama seperti lebar rumah.
Setiap bagian memiliki luas yang berbeda dan dipisah menggunakan sekat.
Galeri bagian depan dalam adalah tempat laki-laki menerima tamu di waktu senggang, sedangkan galeri bagian belakang dalam adalah tempat perempuan beraktifitas dan menerima tamu perempuan.
Ruang tidur memiliki dua pintu keluar yang saling berhadapan dan berukuran sama.
Satu pintu terhubung ke ruang bagian depan tempat laki-laki menerima tamu
Dan satu pintu lainnya terhubung ke ruang belakang tempat perempuan beraktifitas dan menerima tamu.
Ruang tidur memiliki kelambu lebar dari katun yang dipasang menggantung dan membagi ruangan dalam kotak-kotak sebanyak yang diperlukan.
Sementara cukup sampai paparan ini saja.
Kemudian saya ingin menafsir uraian di atas.
Urang Belitong telah mengakomodir perkara ikhtilat dalam membangun huniannya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya ruang khusus laki-laki dan ada ruang khusus perempuan dalam sebuah rumah.
Bahkan pintu masuk ke kedua ruangan itu juga dibedakan.
Alasan tentu tak lain adalah untuk menghindari campur baur antara perempuan dan laki-laki bukan mahrom dalam satu majelis.
Lantas apakah ini hanya dilakukan oleh keluarga yang mampu saja?
Saya bersyukur karena De Groot memberikan perincian lanjutan.
Bagi keluarga yang miskin, perbedaan hanya terletak pada material bangunan dan ragam perabotan.
Contoh, mereka yang mampu akan menggunakan atap sirap atau kayu untuk atap. Sedangkan yang miskin cukup menggunakan daun atau alang-alang.
Yang mampu punya lebih banyak bantal di dalam ruang tidur, sedangkan yang miskin tentu seadanya.
Sedangkan perbedaan pembagian ruang tidak diulas sama sekali.
Jadi saya menafsirkan, pembagian ruang berdasarkan fungsi di atas dilakukan secara masif, baik bagi keluarga yang mampu maupun yang kurang mampu.
Hunian tradisional Belitong di Dusun Bangek, Desa Simpang Tiga |
Ruang depan hunian tradisional Belitong di Dusun Bangek |
Bentuk muka hunian tradisional Belitong di Dusun Liring, Desa Renggiang |
Penulis : Wahyu Kurniawan
Dipublikasikan via facebook wahyu sonema bandsoul, Senin 16 April 2018 pukul 10.57 WIB.