Ini 6 Tabiat Orang Darat Belitung yang Harus Kalian Ketahui
PETABELITUNG.COM - Kebudayaan di pulau Belitung mengenai istilah Orang Darat.
Oleh Belanda mereka disebut Billitoneezen atau Orang Belitung.
Orang Darat pada umumnya hidup di pedalaman pulau Belitung.
Jumlah mereka berdasarkan data penduduk pada tahun 1851 tercatat sebanyak 3.531 jiwa.
Watak Orang Darat telah menarik perhatian para eksplorer Belanda.
Salah satunya adalah Cornelis de Groot.
Dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1887 De Groot membeberkan tabiat Orang Darat.
"Ingatan saya mengenai sifat orang-darat dan yang mempengaruhinya bisa saya putuskan dengan pemberitahuan suatu kebiasaan terpuji yang mereka miliki," kata De Groot.
Berikut ini 5 tabiat Orang Darat yang dirangkum berdasarkan penuturan De Groot.
1. Pemurah Hati
De Goot mengatakan.
Kalau seorang penduduk mendapatkan sesuatu yang khusus, misalnya ikan atau daging rusa, maka itu dibagi sama dengan penghuni lain di kampung; dia tidak berpikir untuk menikmati sendiri dan adalah biasa untuk membagi-bagi dengan tetangganya, sebab pada lain waktu dia juga akan mendapat bagian dari mereka. Kadang-kadang beberapa orang punya buah-buahan melimpah, maka diadakan pesta untuk memakannya; tetamu membawa nasi yang ingin mereka makan bersama.
"Ya, orang Eropa yang beradab bisa mencontoh dari mereka," kata De Groot.
2. Ramah
"Saat datang tamu maka jika perlu tikar dan bantal dikeluarkan dari ruang-tidur dan kotak-sirih dibawa untuk ditawarkan kepada tamu untuk dipakai dan kalau perlu minum. Jika perlu minum maka ditawari air dalam kendi atau periuk, yang dibuat dari kaolin yang dibakar sekali dan tidak berkaca dan air tetap segar dingin," kata De Groot.
3. Menyukai Pesta
"Keinginan berpesta, atau lebih tepatnya keinginan kumpul bersama, adalah sifat manusia, tetapi pada orang Blitong sifat itu berkembang kuat, sebab ia mencari kesempatan yang dimanfaatkannya untuk berkumpul dengan senang," kata De Groot.
Menurut De Groot, hal ini terjadi karena kondisi pemukiman penduduk Belitung yang berbentuk pemukiman keluarga (family-kampong). Pemukiman seperti itu terasa sunyi karena antara satu kampung dengan kampung lainnya saling berjauhan dan tersebar di seantero pulau Belitung. Jadi pesta-pesta tradisional sering diadakan sebagai wadah silaturahmi, bukan hura-hura yang menggantu jasmani maupun rohani.
4. Jujur
"Belum pernah saya dengar bahwa seseorang kehilangan sesuatu oleh Orang Darat. Jika seseorang menginap dalam kediaman mereka dan ia lupa sesuatu barang, maka penghuni akan menyusulkan barang itu kepadanya, betapapun jauhnya. Jika Orang Darat menemukan sesuatu kepunyaan yang ia kenal, maka ia akan mengembalikan barang itu kepada yang punya. Kejujuran adalah sifat mereka," kata De Groot.
5. Tidak Boros
"Penghamburan uang di antara Orang-Darat jarang terjadi, sebaliknya banyak bukti kehematan.... Mereka menyimpan uangnya dengan memendamnya di dalam tanah atau menyembunyikannya di dalam atap rumahnya," kata De Groot.
6. Pekerja Keras
"Bahwa Orang Darat suka kerja dan rajin sering diperdebatkan, tetapi itu tidak berdasar," kata De Groot.
Dalam paparannya De Groot mengkritisi cara pandang orang Belanda terhadap Orang Darat. Sebab Orang Darat sering dipandang malas dan lamban.
Menurut De Groot, setiap orang harus melihat secara objektif soal standar kebutuhan dan kompetensi. Orang Darat mencari nafkah sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
"Pada penilaian sifat ini harus diperhatikan bahwa orang-Blitong makanannya tidak kuat seperti orang Eropa atau Cina," kata De Groot.
Belum lagi adanya pandangan di kalangan Orang Darat bahwa menjadi kuli menandakan kemiskinan dan hina.
Kemudian De Groot membuat uraian cukup panjang untuk memperkuat pandangannya.
Uraian itu merupakan contoh yang menggambarkan betapa Orang Darat sebetulnya adalah pekerja keras.
Simak uraiannya berikut ini :
Seorang laki-laki dari kampung Merah di lanskap Brang 21 paal Jawa (32,65 km) dari Tanjung-Pandan berangkat jam 6 pagi dari rumah dengan keranjang-gendong di punggung berat isinya 30 kg terdiri dari padi, sayuran, buah-buahan, rotan, lilin, madu dan sebagainya yang ia jual di Tanjung-Pandan, setelah mana membeli kain katun untuk pakaian, perkakas rumah, tembakau, gula, daram dan sebagainya kemudian ia pulang dan datang jam 5 sore dan tanpa menghitung berjalannya di Tanjung-Pandang, dia telah menempuh 65 km, yaitu jarak yang ditempuh dalam 13 jam.
Seorang laki-laki dari Menjurun di Blantu bermuatan serupa, berjalan melalui Brang ke Tanjung-Pandang, dilakukan bisnisnya disitu dan pulang keesokan harinya. Dia di kedua hari itu telah menempuh 67,5 km atau 13,5 jam jalan ditempuhnya dan dia menempuhnya dalam kurang dari 12 jam.
Kalau Kepala Administratur memerlukan seorang yang dapat dipercaya untuk mengirim surat atau paket dari Tanjung-Pandan ke Manggar maka ia dapat dengan mudah menemukan seorang yang membawa pesannya dan kembali dengan jawabannya. Jarak Tanjung-Pandan –Mangar adalah 79,5 km atau hampir 16 jam jalan kaki; orang itu melakukannya dalam 2 hari. Pribumi demikian jangan disebut malas atau lamban.
Gambaran Orang Darat dalam sebuah rangkaian prosesi pernikahan. Repro petabelitung.com 2019/Gedenkboek Billiton jilid 2, 1927. |
Penulis : Wahyu Kurniawan.
Editor : Wahyu Kurniawan.
Sumber: petabelitung.com.