Bukan Karena Tiket Mahal, Dulu Jumlah Kunjungan ke Belitung Sempat Berkurang Akibat Kebijakan Ini
PETABELITUNG.COM - Beberapa bulan terakhir harga tiket pesawat ke Belitung dianggap mahal dan membuat jumlah kunjungan wisatawan mengalami penurunan.
Peristiwa penurunan kunjungan ke Belitung sebetulnya juga pernah terjadi pada abad-abad sebelumnya. Bahkan jauh sebelum masa Hindia-Belanda.
Latar masanya berlangsung pada abad ke-18 atau tahun 1700-an. Kala itu pulau Belitung adalah sebuah daerah tujuan perdagangan bagi sejumlah kerajaan atau kesultanan di nusantara.
Pada abad tersebut, Kerajaan Sendana di Mandar Sulawesi Barat bahkan sudah mengekspor Ladong dari Belitung. Kapal-kapal dari Cirebon juga sudah masuk ke Belitung melever pakaian dan perabotan rumah tangga. Sedangkan kapal-kapal dari Palembang datang untuk mendapatkan biji-biji besi.
Jumlah kunjungan ke Belitung kemudian mengalami penurunan lantaran absennya salah satu daerah yakni dari Kesultanan Banjar. Padahal pada abad ke-18 atau mungkin jauh sebelumnya pedagang dari Banjar sudah sering berlayar ke Belitung untuk berdagang.
Apa yang membuat pelayar-pelayar Banjar absen dari Belitung?
Tentu saat itu alasannya bukan karena tiket mahal ya guys!
Absennya pelayar dari Banjar ternyata karena akibat kebijakan dari pihak Kesultanan Banjar sendiri.
Pada 18 Mei 1747 Sultan Kesultanan Banjar yakni Sultan Sepuh menjalin kontrak perjanjian dengan VOC-Belanda.
Ada 12 pasal dalam perjanjian tersebut dan pasal yang 10 ternyata ikut menyeret nama Belitung.
Dalam pasal ke-10 itu rakyat Banjar tidak diizinkan berlayar ke sejumlah daerah di wilayah timur dan wilayah barat nusantara.
Daerah di wilayah barat yang disebutkan dalam pasal tersebut adalah Palembang, Malaka, Johor, dan Belitung.
"Maka hendaklah Seri Sultan dan Ratu Anom memberi titah kepada sekalian rakyatnya yang berlayar itu supaya jangan ia mendapat kerugian yang demikian itu dan jikalau tiada ia menurut titah itu adalah ia mendapat seperti kerugian yang demikian itu," bunyi kalimat di akhir pasal 10 tersebut.
Kontrak perjanjian tersebut berlangsung pada saat VOC dipimpin oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff. Dalam buku Cornelis de Groot bisa kalian dapati bahwa Imhoff pada tahun 1746 sempat meminta Dewan Penasehat VOC di Batavia untuk menyoroti pulau Belitung. Sebab Imhoff mendapat kabar bahwa banyak kapal prubumi yang hilir mudik ke pulau tersebut tanpa sepengetahuan VOC.
Kemudian pada suatu ekspedisi VOC ke Belitung tahun 1759 Komisaris De Heere mengatakan bahwa di Tanjungpandan memang terdapat kapal dari sejumlah daerah. Namun jumlahnya tidak seramai kabar yang didengar oleh Gebernur Jenderal van Imhoff pada tahun 1746.(*)
foto ilustrasi: Sebuah kapal layar berlabuh di Belitung. repro petabelitung.com 2019/Gedenkboek Billiton Jilid 1 tahun 1927. |
Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860. repro petabelitung.com 2019/ sumber Universitas Indonesia Library. |
Inset dari gambar di atas yang menunjukkan isi pasal 10 dalam kontrak perjanjian antara Kesultanan Banjar dan VOC. repro petabelitung.com 2019/ sumber Universitas Indonesia Library. |
Penulis : Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber : petabelitung.com.