Ini Catatan Tentang Prosesi Pernikahan Orang Belitong pada Abad ke-19 (Bagian 1)
PETABELITUNG.COM - Berikut ini adalah catatan mengenai prosesi perkawinan Orang Belitong pada abad ke-19. Catatan ini dimuat dalam buku karya Cornelis de Groot yang diterbitkan pada tahun 1883.
Dalam buku tersebut de Groot mengatakan, sedikit atau tidak ada sama sekali gambaran mengenai percintaan atau pacaran antara muda-mudi di Belitong. Menurut de Groot hal tersebut terjadi bukan lantaran pengaruh agama atau kepercayaan, melainkan karena memang soal kebiasaan.
Sebelum menikah, terlebih dulu dilakukan proses peminangan.
"Muda mudi yang berniat menikah memulainya dengan persetujuan, yang mana laki-laki memohon gadis itu kepada orangtuanya dengan mempersembahkan sebuah kotak Sirih, dan beberapa pakaian, cincin, dan sebagainya. Rata-rata orangtua memberi izinnya. Jika tidak, mereka mengirim kembali hadiah itu," kata De Groot.
Setelah mendapat persetujuan, mempelai laki-laki kemudian menghadap Kepala Distrik bila calon istrinya tersebut tinggal di distrik lain. Sebab setelah menikah, si laki-laki tersebut akan pindah ke kediaman orangtua istrinya.
Sebelum masuk ke pernikahan, pengantin pria membayar pengantin wanita dengan sebuah Talakh senilai f 30. Dalam daftar istilah yang dimuat De Groot pada halaman terakhir bukunya, yang dimaksud dengan Talakh adalah "uang yang diberikan kepada pengantin wanita oleh pengantin pria untuk pernikahan, sebagai janji kesetiaan".
Pengantin pria tidak membayar apapun untuk orangtua pengantin wanita. Sedangkan Mas Kawin ke Panghulu jumlahnya f 4, tidak lebih.
De Groot menulisnya Panghulu (Panghoeloe), bukan Penghulu. Dalam daftar istilah yang dimuat De Groot, yang dimaksud dengan Panghulu adalah seorang pemimpin dalam masalah spiritual.
"Pernikahan dilaksanakan oleh Panghulu, kebanyakan di dalam masjid, tetapi jika pengantin tinggal jauh dari masjid, maka Panghulu datang ke rumah yang akan didiami pasangan muda untuk melaksanakan pernikahan," kata De Groot.
Selanjutnya saat memasuki acara pernikahan, masing-masing mempelai dijemput menuju tempat ijab kabul. Biasanya di masjid atau kediaman tertentu.
Pengantin perempuan dijemput dari rumah orangtuanya oleh sejumlah perempuan yang diantaranya adalah ibu pengatin laki-laki. Sedangkan pengantin laki-laki dijemput oleh sejumlah pria yang diantaranya adalah ayah mempelai perempuan.
Dalam iring-iringan itu, perempuan di depan dan laki-laki di belakang. Mereka berjalan menuju masjid atau suatu kediaman. Di sana telah menunggu Panghulu. Sesampainya di tempat tujuan, kedua pengantin ditempatkan di atas Tikar, laki-laki di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri.
Rombongan laki-laki duduk di dekat mempelai, sedangkan rombongan perempuan masuk ke dalam ke bagian belakang rumah dan duduk di sana hingga upacara pernikahan selesai.
Kedua mempelai didampingi oleh ayahnya masing-masing. Dan saudara laki-laki ayah dari kedua mempelai duduk sesuai kelompok keluarganya masing-masing. Sehingga mereka terlihat seperti terbagi menjadi dua belah pihak.
Panghulu duduk di depan kedua mempelai. Di samping kiri dan kanan Penghulu tersebut adalah tempat duduk kepala kampung dan tokoh masyarakat dari mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.
"Panghulu mulia berdoa di mana para hadirin mengulangi nama Yang Maha Kuasa seiring sang ulama mengucap Allah," kata de Groot.
Kemudian Panghulu mengarahkan pengantin laki-laki untuk menyatakan kesiapan menikah. Panghulu juga bertanya apakah pengantin laki-laki tersebut bersungguh-sungguh. Jika jawabannya 'ya', maka Panghulu melanjutkan bertanya kepada pengantin perempuan apakah dia bersedia. Jika jawabannya 'ya' maka Panghulu mulai berjabatan tangan dengan pengantin pria.
"Selanjutnya Panghulu membacakan suatu formulir yang harus ditiru dan sesudah itu ia menempatkan Al-Qur'an di atas kepala mereka dan pengantin mengucapkan 'saya mengaku sudah kawin, setelah itu Panghulu mengikatkan kepada pasangan tersebut akan kewajibannya masing-masing dan pernikahan pun sudah terlaksana," kata de Groot.
Dalam catatannya De Groot menggunakan kata 'biasanya' pada deskripsi mengenai prosesi pernikahan tersebut. Hal tersebut dapat dipahami bahwa kemungkinan terdapat pernak-pernik prosesi yang agak berbeda pada setiap distrik atau kampung-kampung yang ada di pulau Belitung.(Bersambung)
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber: petabelitung.com