Sumber Ini Ungkap Hubungan Kuno Antara Belitong dan Nusa Tenggara Barat pada Abad ke-17
PETABELITUNG.COM - Kesultanan Bima berada di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Jarak antara pulau Belitung dan Bima kurang lebih 1300 kilometer.
Sebuah sumber kuno menyebutkan Kesultanan Bima telah menjalin hubungan dengan Belitung pada abad ke-16.
Sumber tersebut berupa sebuah buku berjudul François Valentijn's oud en nieuw Oost-Indien, Volume 2 yang ditulis oleh François Valentijn (1666–1727), seorang misionaris dan naturalis berkebangsaan Belanda.
Hubungan antara Bima dan Belitung pada buku tersebut dimuat dalam Bab Makasar, tepatnya di halaman 123.
Valentijn menyebutkan bahwa Orang-orang dari Pulau Sumbawa tidak tunduk begitu saja pada Kompeni. Sebab Kompeni pada tahun 1677 sudah melarang mereka untuk menerima utusan dari raja-raja asing diluar sepengetahuan VOC.
Namun pada 1686, mereka bukan hanya menerima, tapi juga memberikan penghargaan luar biasa untuk sebuah surat, bendera, dan air dari raja Bliton (koning van Bliton) atau radja Sacti atau yang lebih dikenal dengan nama kaisar Maningcabo.
Surat tersebut dibawa oleh seorang Melayu bernama Intsjeh Bongso.
Keterangan lain mengenai episode ini bisa dilihat dalam ulasan Hans Hägerdal dari Universitas Linnaeus, Swedia.
Ulasan itu diberi judul In the history of Sumbawa we should distinguish between two periods.
Menurut Hans, peristiwa tersebut terjadi pada masa Sultan Nuruddin Abubakar Syah, sultan ke-3 Bima yang memerintah tahun 1682-1687.
Namun dalam ulasan Hans, nama Raja Bliton tidak ditulis Raja Sakti, tapi ditulis Raden Sakti atau juga dikenal dengan nama Kaisar Maningcabo (keizer van Maningcabo).
Siapa Sultan Nuruddin?
Sosoknya dapat kita kenali lewat makalah tulisan Tawalinuddin Haris, Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Judul makalahnya yakni 'Masuknya Islam dan Muculnya Bima Sebagai Pusat Kekuasaan Islam di Kawasan Nusa Tenggara'.
Sultan Nuruddin Abubakar Syah merupakan anak sulung Sultan Abdul Khair Sirajudin wafat pada tanggal 17 Rajab 1093 Hijrah bertepatan dengan 22 Juli 1682 M.
Ia menjadi Sultan menggantikan ayahnya yang wafat.
Cacatan Lontara dan Bo Kerajaan Bima menyebutkan bahwa
Sultan Nurudin dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1651 dan wafat pada 23 Juli
1687. Sebagai putra mahkota ia mendapat nama Mapparabung Daeng-Mattali Karaeng Panaragang.
Ia menikahi putri bangsawan Goa bernama Daeng Tamemang.
Sebelum menjadi sultan beliau pernah tinggal di Jawa, bahkan pada tahun 1676 ikut bergabung
dengan pasukan Makasar di bawah Karaeng Galesong membantu Trunojoyo melawan Susuhunan Mataram dan VOC.
Sejak bulan Januari 1680 sampai bulan Maret 1681 ia tinggal di Cirebon dan pada 9 Maret 1682
berangkat dari Batavia kembali ke Bima disertai 230 orang pengikutnya.
Peristiwa-peristiwa penting yang perlu dicatat selama pemerintahan Sultan Nurudin adalah pengiriman pejabat-pejabat kerajaan Bima ke daerah Manggarai (Flores Barat) yang bertindak sebagai Na'ib (wakil) sultan di wilayah itu, yang sekaligus berkewajiban menyiarkan agama Islam. Jabatan-jabatan keagamaan kerajaan Bima mulai disempurnakan yaitu dengan
diadakannya jabatan qadhi, lebe, khatib dan lain sebagainya, bahkan di istana sultan diangkat petugas di bidang keagamaan yang berkedudukan sebagai mufti istana. Pada masa pemerintahan Sultan Nurudin telah berdatangan para muballig dari Sumatera, Banten, Sulawesi, bahkan dari Malakadan tanahArab. Sebagian diantaranya diperlakukan sebagai pejabat kerajaan.
Sebagai contoh adalah seorang Arab dari Banten, Syeh Umar Al Bantami yang menjadi mufti di istana kerajaan, bahkan diberi tugas mendidik putra-putri sultan dan
keluarganya.
Sultan Nurudin wafat pada tahun 1687 dan dimakankan di kompleks Makam Tolo Bali berdampingan
dengan makam ayahnya. Setelah wafat diberi gelar Rumata Ma Waa Paju, nama atau gelar
tersebut diberikan karena beliaulah yang menetapkan agar para pejabat kerajaan memakai payung kebesaran terutama pada upacara-upacara adat kerajaan. Sultan Nurudin digantikan oleh anak sulungnya yang bergelar Sultan Jamaludin Ali Syah, memertintah tahun
1687-1692, sebagai sultan yang ke-4.(*)
Baca Konten Terkait : Benarkah Islam di Pulau Belitung Telah Berusia 1000 Tahun? Simak Penjelasannya
Menilik Hubungan Kuno Belitung dengan Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan, Ada Kisah Orang Putih di Dalamnya
Foto ilustrasi : Para pejabat perwakilan Sultan Bima, Naib (di tengah) di depan Asita Pota - Manggarai tahun 1900 (sumber foto : Tropen Museum). repro petabelitung.com/www.mbojoklopedia.com |
Penulis : Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber : petabelitung.com.