Ini Daftar Nama Hantu di Belitong per 31 Desember 1870
PETABELITUNG.COM - Pada zaman kolonial Belanda, seorang insinyur tambang Cornelis de Groot telah mencatat beberapa hantu atau makhluk gaib yang dikenal oleh orang Belitung. Dalam bukunya yang berjudul Herinneringen aan Blitong[1] (1887: 299), Cornelis de Groot menyebutkan bahwasanya Urang Darat,-yang dianggap sebagai orang asli Belitung- sangat mempercayai hal-hal nan bersifat takhayul. Takhayaul pada Urang Darat Belitung sangat kuat dan tersebar luas. Mereka percaya pada roh bergentayangan dan dianggap bisa mempengaruhi mereka yang masih hidup.
Bahkan Cornelis de Groot dalam bukunya memuat secara rinci nama-nama hantu yang dikenal oleh Urang Darat. Sebagian nama hantu-hantu tersebut mungkin masih kita kenal hingga sekarang. Nama-nama hantu tersebut dimuat dalam sub-bab tentang keadaan penduduk pada 31 Desember 1870.
Simak daftar hantu yang dimuat Cornelis de Groot (1887: 299-300) berikut ini:
· Limpei[2]
Dalam bukunya Cornelis de Groot, limpei dibayangkan oleh penduduk sebagai
babi liar raksasa yang berkeliaran pada malam hari. Kalau manusia bertemu dengan
limpei, maka sudah pasti tentu limpei akan menyerang dan membunuhnya.
Hingga saat Cornelis de Groot membuat catatan ini, belum ada korban yang
berjatuhan karena serangan limpei.
Hantoe Bangkit
Hantoe
bangkit ini merupakan penjelmaan dari roh orang meninggal yang bangkit
kembali. Masyarakat Belitung pada waktu itu, menghindarinya dengan berdoa pada
tempat makam.
Polong
Dikatakan oleh Cornelis de Groot,
setiap orang Belitung akan takut pada hantu polong ini. Polong dibayangkan berbentuk seperti kurcaci, roh bumi, atau hantu
gunung yang sering masuk ke rumah-rumah pada malam hari. Kehadiran polong bisa menyebabkan timbulnya
penyakit. Bintang jatuh dianggap sebagai polong
yang sangat jahat. Polong ini
mengincar kepala manusia dan dibawanya kabur.
Pontianak
Menurut Cornelis de Groot, hantu
jenis dianggap paling berbahaya oleh masyarakat Belitung. Hantu pontianak pada
daerah lain di Hindia Belanda dikenal sebagai roh perempuan yang mati saat
melahirkan. Akan tetapi pada masyarakat Belitung, hantu pontianak ini
dibayangkan sebagai roh burung yang membalas dendam pada pria dengan cara
membuatnya mandul (dikebiri). Hantu pontianak
akan pergi menjauh jika pasangan (istri) dari sang laki-laki yang diserang,
telanjang bulat di hadapannya.
Urang Darat maupun Urang Laut yang sering pergi ke hutan pada malam hari, acap kali digangu oleh hantu pontianak. Hantu pontianak akan mengganggu mereka yang tidak memiliki hati murni.
Mereka mempunyai pantangan untuk tidak bersiul karena akan mendatangkan hantu
pontianak. Jikalau pontianak datang
dan bertanya pada mereka, maka mereka hanya perlu menjawab “maoe makan pelir koe” atau “maoe makan saja poenja anoe”.(*)
[1]Keterengan lebih lanjut tentang buku ini, lihat
“Resensi Buku Herinneringen aan Blitong: Historisch, Lithologisch,
Mineralogisch, Geographisch, Geologisch en Mijnbouwkundig” >> https://www.petabelitung.com/2020/07/resensi-buku-herinneringen-aan-blitong.html
[2]Nama-nama hantu di sini, mengikuti ejaan asli
pada buku
Foto ilustrasi: Pohon beringin tumbuh di atas batu granit. Sumber: Gedenkboek Billiton 1852-1927 Tweede Deel terbitan tahun 1927. repro by petabelitung.com tahun 2020. |