Catatan Kuno Tentang Mitologi di Belitong, Ada Kisah Burung Kadaung dan Juga Ular Raksasa Berbalung Merah Seperti Api
PETABELITUNG.COM - Orang Belitung sejak dulu memiliki pandangan terhadap hal-hal yang berbau mistis atau takhayul.
Baik Urang Laut (Suku Sawang) maupun Urang Darat, masing-masing percaya adanya kekuatan yang tak terlihat atau gaib.
Demikian seperti yang diungkapkan oleh JWH. Adam, dkk dalam buku Gedenkboek Billiton 1852-1927 Tweede Deel. Menurutnya Urang Laut kala itu tidak menganut agama. Mereka percaya adanya hantu jahat. Mereka Urang Laut selalu menyediakan sesajen dan bendera di batu yang letaknya terpencil (1927: 201).
Baca Juga: Kulek Terakhir, Sebuah Pengantar Sejarah Suku Sawang Gantong - Part 5
Selain itu, buku terbitan tahun 1927
ini juga menjelaskan pandangan tentang hal mistis yang beragam dari Urang Darat Belitung. Diterangkan oleh JWH. Adam (1927: 202-203), Urang
Darat memiliki kepercayaan yang kuat pada doekoen
(dukun). Bagi mereka Urang Darat, dukun memiliki kekuatan yang bisa berhubungan
dengan dewa-dewi, yang seolah-olah itu adalah malaikat.
Urang Darat juga sangat percaya keberadaan roh bergentayangan dari orang yang telah mati. Kepercayaan Urang Darat pada jin
dan setan juga mempengaruhi segala perilaku mereka. Bahkan hal itu mempunyai pengaruhi
yang lebih besar ketimbang agama mereka Mohammedan (Islam). Selain itu, Urang
Darat sangat menghormati makam keramat, sungai, gunung, dan batu, yang menurut
pandangan mereka mempunyai nyawa.
Urang Darat pun memiliki makhluk
mitologi yang bernama boeroeng kadaoeng[1].
Urang Darat menganggap kedatangan boeroeng
kadaoeng bisa membawa wabah penyakit. Jika boroeng kadaoeng datang, Urang Darat biasanya akan mengundang dukun
khusus yang bisa menolak dan menghasut boeroeng
kadaoeng untuk balik menyerang majikannya.
Selain boeroeng kedaoeng, Urang Darat Belitung juga memiliki makhluk
mitologi lain, yaitu limpai (babi
liar raksasa) dan seekor ular raksasa
dengan jengger/balung ayam yang merah menyala seperti api. Urang Darat Belitung
percaya bahwa ular raksasa itu akan pergi jika kita melemparkan penutup kepala
(topi) atau baju.
Kemudian, yang menarik dari catatan JWH.
Adam (1927) ini ialah masih mencantumkan nama-nama hantu yang pernah dicatat
oleh Corns de Groot sebelumnya pada tahun 1870. Hantu-hantu tersebut, misalnya polong dan pontianak. Bisa dikatakan hingga pada tahun 1927, kepercayaan Urang
Darat Belitung pada hantu polong dan pontianak masih kuat. Dicatat oleh JWH.
Adam (1927: 203), bahwasanya hantu polong sangat ditakuti oleh wanita-wanita
yang sedang hamil. Hantu polong tersebut
berwujud manusia kerdil. Dipercaya, hantu polong
tanpa diduga akan muncul dari tanah sehingga membuat si wanita hamil
keguguran karena terkejut. Untuk hantu pontianak,
mereka akan lebih sering mengganggu pihak laki-laki. Hantu pontianak
digambarkan sebagai wanita berparas sangat cantik, yang ingin membuat si
laki-laki mandul (mengebiri).
Begitulah kepercayaan takhayul
masyarakat Belitung, yang dicatat oleh JWH. Adams pada buku terbitan tahun 1927
itu. Dikatakan oleh JWH. Adam, dkk., kepercayaan takhayul masyarakat Belitung
yang beragam itu, kadang kala justru membuat kehidupan mereka semakin rumit.(*)
Foto ilustrasi: Foto para pembina pramuka di makam keramat Datuk Gunong Tajam. Foto koleksi Mat Suud. Arsip keluarga Marwansyah Manggar. repro by petabelitung.com tahun 2020. |