Opstellen in het Maleisch van Belitong, Artikel Tahun 1933 yang Menjelaskan Kesastraan Lisan Masyarakat Belitung
PETABELITUNG.COM - Artikel yang bertajuk “Opstellen in het Maleisch van Belitong” (Penyusunan dalam Bahasa Melayu dari Belitong) ini memuat soal sastra Melayu atau kisah rakyat yang berkembang pada masyarakat Belitung. Artikel yang merupakan buah tulisan dari Achmad Soeriapoetra tersebut, dimuat dalam lektur Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde terbitan Bataviaasch Genootschap (1933). Format digital literatur ini ditemukan oleh Kepala Bidang Sejarah KPSB Peta Belitung Haryanto dalam sebuah penelusurannya di internet beberapa waktu lalu. Dalam artikelnya ini, Achmad Soeriapoetra memuat kesastraan lisan Belitung, seperti “Lima’ Kisa Kelakar Ma’ Lasaq” dan “Tige Ilmoe Bathin Kepetjaja’-an Oorang de Belitong”.
Sebelum memasuki
soal kesastraan lisan Melayu Belitung, Achmad Soeriapoetra menerangkan terlebih
dahulu arti tanda-tanda dalam ejaan yang akan digunakan pada sastra Melayu
Belitung. Misalnya untuk huruf “ē”, hendaknya dibaca seperti suara antara huruf
“i” atau jelasnya huruf “e” kedua pada kata “kerēta”.
Pada penggalan
berikutnya, Achmad Soeriapoetra sudah membahas sastra lisan “Lima’ Kisa Kelakar
Ma’ Lasaq”. Sebaris dengan titelnya, pada bagian ini terdapat lima cerita yang
akan diceritakan oleh Ma’ Lasaq. Lima kisah tersebut, seperti ‘Asale Dame
Belitong’, ‘Poelau Kapal’, ‘Beladang’, dan ‘Deraman Binat’. Kisah-kisah dari
Ma’ Lasaq tersebut diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga mahatahu.
Pada bagian
selanjutnya, dibahas tentang kisah-kisah ilmu-ilmu kebatinan orang Belitung
yang berkembang di masyarakat. Kisah-kisah tentang ilmu kebatinan orang
Belitung, seperti ‘Kedaong’, ‘Poeloeng’,
dan ‘Pendinding’ termaktub dalam bagian “Tige Ilmoe Bathin Kepetjaja’-an Oorang
de Belitong”. Pelbagai kisah itu menjelaskan secara rinci dan mendalam
ilmu-ilmu kebatinan yang berkembang di Belitung. Misalnya untuk kisah ‘kedaong’,
diterangkan soal pengertian kedaong, sejarah
kedaong, rapal jampi-jampi penangkal kedaong, dan perawatan kedaong. Kisah-kisah tentang ilmu
kebatinan Belitung tersebut pun dinarasikan dengan sudut pandang orang ketiga
mahatahu.
Dengan demikian, artikel dari Achmad Soeriapoetra di atas menjadi penting untuk mengetahui kesastraan lisan yang berkembang pada masyarakat Belitung tempo dulu, yang mana kesastraan lisan tersebut sudah semakin jarang didengar/diceritakan kembali. Agar kesastraan lisan Belitung itu tersampaikan maknanya secara utuh, Achmad Soeriapoetra menggunakan tanda khusus pada ejaan sastra Melayu Belitung yang ditulisnya. Pedoman tanda-tanda khusus tersebut, diterangkan oleh Achmad Soeriapoetra di penggalan awal artikelnya. Tak lupa juga, pada artikel tersebut dibubuhkan footnote (catatan kaki) sebagai penjelas dari istilah-istilah lokal Belitung. Catatan kaki tersebut menjelaskan istilah lokal Belitung dengan varietas bahasa Melayu tinggi (dasar bahasa Indonesia yang baku) sehingga kalangan dari luar Belitung pun menjadi paham maksud yang hendak disampaikan.(*)