Ini 7 Lokasi Tambang Timah Pertama di Distrik Sijuk
PETABELITUNG.COM - Sama halnya
dengan Distrik Tanjungpandan, tambang-tambang pertama (1852) di Distrik Sijuk
juga tak luput dari jeratan hutang. Diterangkan dalam buku De Tinmijnen op Billiton Tot Ultino 1861, bahwasanya jumlah
pendapatan yang tidak seimbang dengan biaya operasi membuat mereka selalu
terjebak dalam siklus “gali lobang tutup lobang”. Padahal, boleh dikatakan
kandungan timah di Distrik Sijuk lebih kaya ketimbang yang ada di
Tanjungpandan.
Selain soal hutang, tersingkap
ikhwal menarik lainnya tentang riwayat awal lokasi tambang di Distrik Sijuk. Misalnya,
terdapat beberapa area tambang yang keberadaannya sempat ditolak oleh penduduk
sekitar. Lalu kita juga akan dibawa dengan rasa penasaran soal pembunuhan dua
kepala tambang China di lokasi tambang, yang hingga tahun 1861 pelakunya belum
ditemukan. Kemudian yang juga tak kalah menariknya ialah soal seorang kuli
China yang mati terbunuh karena ulah temannya sendiri. Dengan demikian, tambang
di Distrik Sijuk penuh dengan cerita menarik untuk ditelisik. Untuk lebih lengkapnya,
simak penjelasan tentang tujuh lokasi tambang pertama di Distrik Sijuk berikut
ini.
1. Sinhin
Lokasi tambang Sinhin berada di
Distrik Sijuk atau sekitar 7 pos (palen) dari pusat Kota Tanjungpandan. Lokasi
tambang yang dibuka pada 30 Juni 1852 ini, boleh dikatakan sebagai tambang
paling menguntungkan selama eksploitasi awal timah Belitung. Area tambang
Sinhin dikenal juga dengan nama Tikus Atas karena beroperasi di Sungai Tikus (Sungai
Lesah). Lalu , di sekitar Tikus Atas, juga terdapat area tambang lain, yaitu
Tikus Bawah (dikenal jua dengan nama Sinhin B/Lianhin).
Area Sinhin ini pertama kali
dieksplorasi oleh Wong Assing, seorang Cina-Malaka dan Pa Djadim, penduduk
pribumi Belitung. Penduduk sekitar sempat menolak akan dibangun lokasi
penambangan di area Sinhin. Namun, itu semua berhasil diatasi saat Depati dan
Ngabehi Sijuk turun tangan mengatasi penolakan penduduk tersebut. Tambang ini
dikelola oleh 26 pemodal/pemegang saham dan 26 orang kuli. Di antara pemodal
itu ialah Den Dekker, Ho Aijoen (Letnan Cina dari Sijuk), dan Lim Kwitia
(seorang juru tulis tambang). Diketahui jumlah produksi timah di tambang Sinhin
(1852-1860) ialah 7.166,4 pikul[1]
dengan rincian sebagai berikut:
·
1853: 346,31 pikul
·
1854: 502,1 pikul
·
1855: 566,6 pikul
·
1856: 1.574,53 pikul
·
1857: 919,09 pikul
·
1858: 1.390,74 pikul
·
1859: 396,96 pikul
·
1860: 1.470,07 pikul
2. Sinhin B
atau Lianhin atau Tikus Bawah
Sampai tahun 1858, produksi timah di
Sinhin B (Tikus Bawah) dimasukkan ke dalam jumlah produksi timah di Sinhin A
(Tikus Atas). Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut, tambang Sinhin B telah
berdiri sendiri saat Ho Aijoen membelinya seharga 4.000 Gulden. Pada tahun
1860, diketahui jumlah produksi timah di Sinhin B sebanyak 575,73 pikul
sehingga Ho Aijoen dan para pemegang saham memperoleh pendapatan sebesar
5.279,4 Gulden. Hingga akhir tahun 1861, area tambang Sinhin B sangat kaya.
Kala itu, diperkirakan tambang Sinhin B akan bertahan cukup lama.
3. Thoenghin
Lokasi tambang yang berada di Ajer
Gegorok ini dibuka pada tanggal 1 Agustus 1852. Pada awalnya area tambang
Thoenghin dioperasikan oleh 6 pemodal dan 1 kuli. Kemudian awal tahun 1860,
tambang Thoenghin sempat akan ditutup. Hal ini dikarenakan jumlah produksi yang
turun drastis di tahun 1859. Para pemegang modal sempat berpikir bahwa
Thoenghin sudah mencapai batasnya. Lokasi tambang ini telah miskin. Kaksa
(endapan timah) tidak lagi ditemukan. Oleh karena itulah pada tahun 1860, 3
pemilik modal memutuskan untuk berhenti sehingga yang masih tersisa ialah Den
Dekker dan 2 pemodal lainnya.
Tidak seperti tambang di Sijuk
sebelumnya, pendapatan dari tambang Thoenghin ini hanya cukup untuk menutupi
biaya operasi tahunan. Tambang Thoenghin pun kemudian hanya menghasilkan
hutang. Terhitung pada tahun 1861, hutang dari tambang Thoenghin telah mencapai
1.158,31 Gulden. Diketahui jumlah produksi timah di Toenghin sebagai berikut:
·
1853: 64,56
pikul
·
1854: 124,05
pikul
·
1855: 73,42
pikul
·
1856: 213,46
pikul
·
1858: 132,37
pikul
·
1859: 66,80
pikul
4. Konglie
` Lokasi tambang Konglie dibuka pada 1 September 1852
dan berada di Ajer Dhoelang. Terdapat 3 kolong di lokasi tambang Koenglie.
Kolong yang pertama, cukup banyak ditemukan kaksa (endapan timah). Oleh karena
itulah pada tahun 1856, kolong pertama mampu menghasilkan 92,79 pikul timah. Hal
ini seakan berbanding terbalik dengan kolong kedua dan ketiga. Kolong-kolong
tersebut bisa dikatakan miskin jika dibandingkan dengan kolong yang pertama.
Pada tahun 1857, kolong kedua hanya menghasilkan 41,56 pikul timah. Tidak jauh
berbeda dengan kolong ketiga yang hanya menghasilkan 25,67 pikul timah di tahun
1858.
Pada tahun 1858, dikarenakan
kandungan timah kian menyusut, banyak para pekerja tambang Koenglie yang
dikirim balik ke Bangka. Sisanya dikirimkan ke tambang Sinhie (Tanjungpandan).
Diketahui pada periode 1860-1861, tambang Konglie memiliki utang 3.097,24
Gulden. Selain itu, terselip hal menarik soal riwayat tambang Konglie ini. Dua
orang kepala tambang (Cina-Bangka) pernah ditemukan terbunuh di Konglie. Hingga
tahun 1861, pelaku pembunuhan tersebut belum diketemukan.
5. Njanhin
Tambang Njanhin dibuka pada 1
Februari 1853. Tambang yang berada Ajer Getal ini pada awalnya hanya digarap
oleh 4 orang pemodal dan 4 kuli. Kemudian pada tahun 1859, diketahui 2 orang
pemodal dan 6 kuli menggarap tambang Njanhin. Jumlah tersebut menyusut di tahun
1860 menjadi 2 pemodal dan 3 kuli.
Walaupun cukup kaya akan kandungan
timahnya, tambang Njanhin tetap tak luput dirundung oleh hutang tiap tahunnya.
Terhitung pada Desember 1860, hutang tambang Njanhin mencapai 7.377,5 Gulden. Berikut
jumlah produksi timah di lokasi Njanhin:
·
1855: 67,84
pikul
·
1856: 110,7
pikul
·
1857: 40,32
pikul
·
1858: 106,9
pikul
·
1859: 69,34
pikul.
6. Liehin
Liehin dibuka pada April 1853 dan berlokasi
di Ajer Tribong. Meski sering mengalami kekurangan air, area tambang Liehin
bisa dikatakan kaya akan kandungan timahnya. Sejak pertama kali dibuka, lokasi
tambang Liehin dari waktu ke waktu nampak berkembang. Walaupun begitu, hutang
tak luput jua menghiasi coretan buku tahunan tambang Liehin. Diketahui hutang
Liehin pada tahun 1856 mencapai 7.298,51 Gulden lalu menyusut menjadi 1.356,02
di tahun 1860. Diketahui jumlah produksi tambang Liehin sebagai berikut:
·
1856: 20,92
pikul
·
1857: 101,16
pikul
·
1858: 133,42
pikul
·
1859: 91,95
pikul
7. Chinhin
Tambang Chinhin yang
pertama berada di Ajer Sidjoek dan dibuka pada 31 Juli 1853. Kemudian pada
Februari 1856, area tersebut dtinggalkan. Tambang Chinhin lantas beralih
mengeksploitasi daerah lain di sekitar lembah kecil Sungai Tikus. Di lembah Sungai
Tikus inilah kemudian dibangun saluran air yang besar. Pada Mei 1857, saluran
air yang memakan biaya 12.451 Gulden selesai dibangun. Setelah itu, di lembah
kecil Sungai Tikus mulai dibuka kolong. Diketahui pada tahun 1858, terdapat 24
pemodal dan 44 kuli yang mengoperasikan tambang Chinhin.
Tambang Chinhin yang
berlokasi di lembah Sungai Tikus bisa dikatakan sangat kaya dan sudah
dilengkapi dengan saluran air yang bagus. Terlihat dari jumlah produksi
timahnya yang mencapai 323,15 pikul selama dua tahun awal beroperasi. Sayang,
beban hutang yang ditanggung membuat keuntungan Chinhin berkurang setengahnya.
Selain itu, kekurangan dari tambang Chinhin ini ialah para kulinya yang
cenderung malas dan ogah-ogahan dalam menggarap tambang.
Kemudian, terselip hal menarik lainnya dari tambang Chinhin ini. Bahwasanya pernah seorang kuli Cina terbunuh oleh teman-temannya sesama kuli di Chinhin. Hal ini dikarenakan kuli Cina tersebut kedapatan mencuri. Lantas, para kuli lain menghajar kuli Cina tersebut dan menggantungnya di pohon dengan kepala berayun ke bawah sebagai hukumannya. Setelah setengah jam digantung, ternyata kuli tersebut telah kadung mati. Tak ayal, kejadian ini telah menyeret seorang kepala tambang dan 4 orang pemodal untuk berhadapan ke Dewan Direksi. Mereka didakwa telah lalai dalam mengawasi anak buahnya.(*)
Penulis: Dony A. Wijaya
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber: petabelitung.com