PETABELITUNG.COM - Suara teriakan tetiba memecah kesunyian hutan kerangas di Desa Aik Kelik, Kecamatan Damar. Kami pun segera bangkit dari peraduan beralaskan pasir putih di antara semak belukar nan rindang.
Teriakan itu tanda dari rombongan pertama pencari jejak makam kuno Pesaeran. Rombongan pertama terdiri dari Kepala Dusun Aik Lanji Desa Aik Kelik Sahar, Kepala Bidang Sejarah KPSB Peta Belitung Haryanto, dan mahasiswa magang dari UNY, Dony A.Wijaya.
Sedangkan kami ada di rombongan kedua, terdiri dari Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Belitung Timur Andi Susanto, pemerhati sejarah budaya Belitong Yudi Brahma, Ketua KPSB Peta Belitung Wahyu Kurniawan, Bendahara KPSB Peta Belitung Eka Arista Apriza, dan Kepala Bidang Budaya KPSB Peta Belitung Galih Prawira.
"Uuuuuwwww," teriak Yudi memanggil rombongan pertama.
Teriakan kembali terdengar dan kami terus berjalan menuju sumber suara rombongan pertama. Tak lama kemudian, kami pun tiba di sebuah belukar yang cukup lebat. Dari balik belukar itu mulai tampak sejumlah nisan kuburan. Kami kemudian bertanya, apakah sebagian semaknya boleh ditebas agar kami bisa melihat kondisi nisan.
"Boleh beh," kata Sahar yang kemudian langsung mengayunkan parangnya ke arah semak yang menutupi nisan.
Berdasarkan pengamatan sepintas, terdapat kurang lebih ratusan nisan di komplek makam kuno Pesaeran. Makam kuno ini menarik perhatian kami karena disebut sebagai lokasi pemakaman tokoh legendaris Mak Kupas.
"Masih ada warga Aik Kelik yang tahu yang mana makam Mak Kupas, sayang Beliau masih di jalan" kata Sahar.
Secara umum komplek makam ini terlihat mirip seperti komplek makam Keramat Setampin di tepian aliran sungai Cerucuk, Kelurahan Pangkallalang, Tanjungpandan. Makam kuno Pesaeran juga berada di daratan yang tinggi di tepian aliran sungai Pesaeran dan lahannya berupa padang berpasir putih yang ditumbuhi semak belukar.
Sebagian besar nisan di makam kuno Pesaeran terbuat dari bahan kayu. Berdasarkan penelusuran, setidaknya juga terdapat empat makam yang hanya menggunakan nisan batu tanpa tambak. Semuanya merupakan pemakaman muslim.
Kepala Bidang Budaya KPSB Peta Belitung Galih Prawira menunjukkan perhatiannya pada komposisi makam. Sebab komplek makam kuno ini tampak memiliki banyak nisan kuburan anak-anak. Ini adalah yang terbanyak dari yang pernah kami lihat di sejumlah komplek makam kuno di Belitong. Hampir setiap makam orang dewasa diselingi dengan makam anak-anak. Bahkan ada 6-7 makam anak-anak yang diapit oleh dua makam dewasa. Sayang tidak ketahui apa penyebab ada begitu banyak makam anak-anak di komplek Pesaeran.
Kepala Bidang Sejarah KPSB Peta Belitung Haryanto kemudian mengarahkan perhatiannya pada makam perempuan di samping barisan makam anak-anak tersebut. Tampaknya makam perempuan itu adalah satu-satunya yang nisan kayunya berukiran detil.
Pemerhati sejarah budaya Belitong Yudi Brahma menemukan satu makam yang di atasnya terdapat sebuah tembikar mirip alat pedupaan. Menurut Yudi, makam itu tentunya bukan makam orang biasa. Sebab hanya makam itu yang diatasnya ditempatkan tembikar. Namun sayang kami tidak menemukan satu kepastian mengenai letak makam Mak Kupas di komplek tersebut.
Baca Juga: Kumpulan Foto Situs Makam Kuno di Pesaeran Tempat Mak Kupas Dimakamkan
Baik mari kita ulas.
Apakah benar makam kuno Pesaeran di Desa Aik Kelik ada hubungannya dengan Mak Kupas?
Nama Mak Kupas disebut dalam sejumlah literatur era kolonial. Namanya biasa ditulis Koepa (Kupa) atau Koepas (Kupas). Sedangkan dalam tradisi tutur, nama depan Beliau disebut dengan sapaan Mak
Ia juga sebagai seorang Malay Chief (Kepala Melayu) di Pulau Belitung. Namanya mulai dikenal pada paruh kedua abad ke-19. Pada masa itu Mak Kupas dianggap sebagai seorang bumiputra yang berani karena berhasil membebaskan sejumlah tawanan bajak laut.
"Setelah melalui petualangan yang luar biasa dan eksploitasi yang berani, ia berhasil mendapatkan pembebasan lebih dari empat puluh orang, yang telah dibawa (bajak laut) dalam berbagai waktu. Untuk layanan ini ia secara terbuka dihadiahi medali perak yang besar, dan ucapan terima kasih dari Pemerintah Belanda,"
Demikian kutipan dari sebuah majalah bernama 'The Australian News for Home Readers', edisi 20 Juli 1866 halaman 8.
"Seorang bumiputra yang berani," tulis Gedenkboek Billiton jilid 2 terbitan tahun 1927.
Di mana tempat tinggal Kupa?
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan merujuk pada keterangan J.E. Akkringa.
Keterangan itu dimuat dalam atatan kuno berjudul Verslag van een Onderzoek Naar Tinertsaders op Het Eiland Billiton door wijlen den Mijningenieur J.E. Akkringa Met Drie Kaarten een Plaatje. Artinya kurang lebih: Laporan Investigasi Pembuluh Timah di Pulau Billiton oleh Insinyur Pertambangan J.E. Akkringa.
Laporan itu ditulis tahun 1859 dan kemudian dipublikasikan dalam Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie Tweede Jaargang- Tweede dell atau Buku Tahunan Industri Pertambangan di Hindia Belanda Tahun Kedua - Jilid Kedua tahun kedua 1873.
Pada sebuah perjalanan tanggal 10 Juli 1859, Akkringa berkunjung ke sebuah Ladang di Kematang Panjang, tempat ditemukannya bijih timah dekat aliran sungai Pring.
"Keesokan harinya (11 Juli 1859) saya mengirim kabar tentang kedatangan saya di sini ke kampong Pesayaran, tempat tinggal dan ladang warga lokal, Kopa," demikian terjemahan bebas dari laporan Akkringa.
Ini adalah pertama kalinya nama Kupa disebut dalam laporan Akkringa. Dia menulis namanya dengan tulisan Kopa. Melalui keterangan tersebut dapat kita ketahui bahwa beliau Kupa ternyata tinggal di Kampong Pesayaran.
Belum diketahui di mana persisnya lokasi kampong tersebut.
Baik, mari kita lihat peta lokasi situs makam kuno Pesaeran. Lokasinya ada di Dusun Aik Kelik, Desa Aik Kelik, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kemudian lihat pula perbandinganya dengan peta Belitong tahun 1887 milik Cornelis de Groot.
Makam kuno Pesaeran menjadi jejak keberadaan Kampong Pesayaran yang disebut dalam catatan Akkringa 161 tahun silam. Jadi cerita rakyat tentang makam Mak Kupas di pemakaman kuno tersebut bukan isapan jempol. Sebab seperti kata Akkringa, tempat tinggal Mak Kupas berada di kampong Pesayaran.
Menurut Yudi, bekas kampung Mak Kupas berada di sisi barat sungai Pesaeran. Masih ada jejaknya berupa pohon kwini dan kelapa. Letak yang dimaksud Yudi itu sangat mungkin mengingat Akkringa menjadikan kampong Pesayaran sebagai tempat menginap saat mengeksplorasi kandungan timah di bukit Kematang Panjang.
Kami gagal menemukan jejak makam Mak Kupas. Namun setidaknya kami sudah mendapatkan titik lokasinya. Hari pun semakin sore sehingga kami memutuskan pulang. Kami semua kembali menembus hutan kerangas untuk menuju tempat memarkir motor. Tiba-tiba dari balik semak belukar terdengar suara teriakan memanggil.
"Uuuuuwwwww," bunyi suara dari balik semak belukar di depan kami.
Spontan kami pun membalas teriakan itu. Tak lama muncul seorang pria setengah baya mendekati kami. Ia mengenakan baju kemeja dan celana panjang lengkap dengan sepatu bot. Bahunya menenteng sebuah tas dan dipinggang sebelah kirinya tergantung sebilah parang.
"Ketemu ke?" tanya pria itu sambil tersenyum.
Beliau adalah Bapak Hanan Yata, warga Desa Aik Kelik yang mengetahui letak makam Mak Kupas di pemakaman kuno Pesaeran. Sayang hari sudah semakin sore sehingga kami tidak bisa memenuhi ajakannya untuk kembali ke makam kuno tersebut. Namun kami masih ada waktu sedikit untuk mengorek informasi dari Beliau.
Wah bakalan panjang nih guys!
Gimana?
Lanjut ya?
Oke!
Kisah Ilmu Besi Berani
Pak Hanan memulai kisah dengan menyebutkan sanad informasinya. Ia mengatakan mendapat cerita tentang Mak Kupas dari pamannya bernama Kik Miter.
Hatta.
Mak Kupas memiliki nama asli Terupas. Beliau diperkirakan berasal dari Lingga atau Johor.
dan tiba di Belitung pada saat berusia sekitar belasan tahun.
"Jadi Beliau ini orang luar, karena keberadaan orang-orang di sini (Aik Kelik) kan memang dari Johor dari Lingga," kata Hanan.
Keberanian Mak Kupas dalam membebaskan tawanan bajak laut ternyata didukung oleh sebuah ilmu yang diperoleh dari Belitung.
Ilmu itu bernama Ilmu Besi Berani.
Kemunculan ilmu kanuragan ini dimulai dari kisah seorang ahli penempa besi asal Lingga bernama Tuk Rejang.
Tuk Rejang tinggal di Aik Kelik.
Pada saat penduduk bersiap membuka hutan untuk ladang, mereka mulai mendatangi tukang tempa untuk membuat parang dan kapak.
Di antara penduduk yang mendatangi Tuk Rejang adalah seorang janda setengah baya bernama Yak Mias dari Ujong Gunong.
Pada masa sekarang, daerah Ujong Gunong ini dikenal dengan nama Burong Mandi.
Singkat cerita, Tuk Rejang mulai menempa besi untuk memenuhi pesanan Yak Mias.
Dalam proses menempa, tiba-tiba pada besi itu muncul lubang berbentuk bulat.
Besi berlubang itulah kemudian yang dinamai Besi Berani.
Namun kemudian hari, Urang Belitong lebih sering menggunakan istilah Besi Berani untuk menyebut magnet.
Dari kemunculan besi aneh tersebutlah Tuk Rejang memperoleh komposisi untuk ilmu kebal peluru.
Ilmu kebal peluru itu diperoleh dengan meracik Besi Berani dengan Bulo Buntu, Temputong Dak Bemate, Ketan Itam, dan Simpor Laki.
Yak Mias kemudian menguji racikan tersebut di Burong Mandi. Dan terbukti Yak Mias jadi orang yang kebal dari tembakan peluru.
"Waktu itu di tes di pantai Burong Mandi, Yak Mias diikat dan ditembak, setelah tiga kali tembak ternyata yang keluar adalah air, jadi benarlah Ilmu Besi Berani tadi, nah kemudian didengar oleh Mak Kupas," kata Hanan.
Demi mendapatkan Ilmu Besi Berani, akhirnya Mak Kupas menikahi Yak Mias. Dan akhirnya Mak Kupas pun berhasil mendapatkan ilmu kebal peluru tersebut.
Dengan Ilmu Besi Berani itu Mak Kupas merasa yakin memenuhi sayembara untuk membebaskan istri seorang Kepala Parit dari tawanan bajak laut. Selain itu Mak Kupas juga memiliki Ilmu Penyirap yang membuat orang-orang disekitarnya bungkam bak mayat.
"Bini kepala parit itu baru seminggu menikah ditangkap lanun, kalau dulu orang menyebut lanun, sekarang bajak laut," kata Hanan.
Kisah detil mengenai hikayat keberanian Mak Kupas membebaskan istri kepala parit ini akan diceritakan nanti.
Yang jelas Hanan memastikan bahwa Mak Kupas akhirnye meninggal di Belitung dan dimakamkan di Pesaeran. Mak Kupas juga memiliki anak yakni Salim alias Dulek, Tasan alias Tacoy dan Kader alias Kadong. Siapa sangka dari salah satu anak Mak Kupas itu lahir seorang tokoh Belitong pada zaman milenial.
"Kader alias Kadong itu kakek Darmansyah Husein, jadi Mak Kupas itu datuk Darmansyah Husein," kata Hanan.
Kami memastikan lebih dari tiga kali soal ini dan Hanan tetap tegas mempertahankan ceritanya.
Trupas
Darmansyah Husein saat ini adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia periode 2019-2024 dari Belitung. Sebelumnya ia juga pernah menjadi anggota DPR pada 1999-2004 dan kemudian menjadi Bupati Belitung dua periode 2004-2013.
Demi mengecek informasi lebih lanjut, kami membuka kembali buku biografi Darmansyah Husein yang berjudul Utusan Negeri Serumpun. Dalam buku tersebut memang disebutkan bahwa kakek Darmansyah dari sebelah ibu adalah Abdul Kadir alias Kik Kadu.
Kik Kadu beristrikan perempuan dari kalangan ningrat Belitung bernama Nyai Ayu Siti Kunun. Kadir dan istrinya tinggal di kampung Gantong dan menjadi tokoh masyarakat di sana.
Kik Kadu juga berteman akrab dengan kakek Darmansyah sebelah ayah yakni Kik Syarif. Kedua kakek Darmansyah ini disebut sebagai perintis berdirinya organisasi Muhammadiyah Cabang Gantung tahun 1924. Muhammadiyah Cabang Gantung adalah cabang langsung dari Yogyakarta sekaligus yang pertama di Pulau Belitung.
"Dari kedua kakek ku inilah, aku banyak memahami makna kehidupan. Dari mereka ku pahami bahwa hidup yang berarti adalah yang mampu memberi manfaat untuk banyak orang," kata Darmansyah dalam buku biografinya.
Lebih lanjut Darmansyah mengatakan, Kik Kadu lahir di kampung Aik Kelik. Kik Kadu sering berkisah tentang sosok ayahnya yang berani dalam menghadapi bajak laut. Nama ayah Kik Kadu itu disebut Tuk Jerene dan disebut berasal dari Kampung Perlang, Bangka.
"Tuk Jerene memiliki Ilmu Penyirap. Ia pemuda yang sakti dan memiliki kepandaian beladiri," kata Darmansyah dalam bukunya.
"Legenda keperkasaan Tuk Jerene itu acap kali diceritakan kakek sebagai dongeng pengantar tidur kepada cucunya, termasuk aku yang sering berkunjung ke rumahnya di waktu liburan puasa. Kakek banyak memiliki refrensi cerita rakyat, terutama legenda Belitong," ungkap Darmansyah dalam bukunya.
Keterangan dalam buku biografi yang ditulis oleh Haril Andersen ini sepintas mirip seperti yang dituturkan Hanan Yata. Apakah Trupas alias Mak Kupas dan Tuk Jerene itu adalah sosok yang sama? Demi mencari jawaban tersebut kami langsung mengontak Darmansyah Husein via WA.
Jawaban Darmansyah pun singkat. Dan jawaban itu seolah seperti 'umpan terobos' yang menembus barisan misteri yang selama ini menutupi sejarah Terupas alias Mak Kupas..
"Mun aku ke Belitong kite ngelakar soal nok itu yee," kata Darmansyah sambil memberi dua jempol dan emoticon tertawa.
Semoga bermanfaat.(*)
Penulis : Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber: petabelitung.
Baca Juga Artikel Sebelumnya Tentang Mak Kupas