Sepotong Jejak Bangsa Ottoman Turki di Pulau Belitong
PETABELITUNG.COM - Beberapa pekan lalu, tim KPSB PetaBelitong mendapatkan kesempatan langka bekerjasama dengan UPT Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung untuk melakukan inventarisasi dan identifikasi dasar terhadap koleksi senjata-senjata bilah di Museum tersebut.
Sambil mempelajari dan mengidentifikasi satu-persatu
perbendaharaan koleksi di sana, betapa tim kami dan Pihak Museum sangat terkesan
dengan beragamnya koleksi yang dimiliki Museum Tanjungpandan. Barang-barang
tersebut selama ini terpajang di lemari display, namun agaknya belum maksimal
terekspos dikerenakan minimnya informasi yang bisa membantu untuk
menarasikannya.
Karena itulah, Tim KPSB bertekad membantu menggali informasi
dan mengidentifikasi bilah-bilah tersebut berdasarkan referensi yang terukur.
Kegiatannya meliputi pencatatan ukuran, berat, pengelompokan bentuk bilah,
penelusuran asal ( origin), dan estimasi era pembuatannya secara normative
serta tidak lupa pula dilakukan pembersihan ringan untuk bilah-bilah yang
terkena dampak korosi.
Tiap-tiap item yang beragam tersebut memuat informasi
tentang dari mana benda-benda itu berasal, atau secara sekunder menjadi rujukan
kebudayaan mana yang mempengaruhinya. Selanjutnya apabila dikorelasikan keberadaan
bilah senjata-senjata tersebut sebagai
benda asli peninggalan masyarakat Belitung, maka dapat dibayangkan betapa dimasa
lalu Pulau ini dihuni oleh masyarakat beragam yang berasal dari berbagai daerah
di Nusantara bahkan mancanegara atau setidaknya telah mengalami kontak dan
menjalin hubungan di rentang abad 18-19 berdasarkan identifikasi era pembuatan
senjata-senjata tersebut.
Sebagai contoh dari Nusantara terdapat koleksi bilah-bilah
indah berbagai jenis keris, pedang, badik, kelewang, tumbuk Lada dan
lain-lainnya. Sedangkan dari mancanegara terdapat Kampilan dan sundang dari
bangsa Moro filipina selatan, pedang Ji-an dari Tiongkok, Tulwar Mughal dari
india ( kemudian diadaptasi oleh bangsa Melayu menjadi Podang Cenangkas ),
Pedang Militer Eropa hingga, Shin-Gunto pedang militer dari Jepang.
Kejutan besar terjadi pada hari kedua, dimana tim KPSB
mendapatkan akses untuk mengecek koleksi yang terdapat di ruang penyimpanan
Museum Tanjung Pandan. Diantara tumpukan benda-benda pusaka di ruang
penyimpanan itu, Salah satu dari anggota tim kami terperanjat lantaran
menemukan satu bilah unik yang sangat dia kenal yaitu Yatagan Turki Usmani.
Bentuknya sangat khas, gagangnya terbuat dari kayu Hitam keras dengan hiasan
lempengan perak di tengah gagang yang bebentuk tanduk melengkung simetris.,
sementara untuk bilahnya juga menunjukan bentuk identik pedang pasukan Turki
Usmani yang sangat terkenal itu.
Pedang Yatagan adalah pedang standar militer pasukan kebanggaan
kesultanan OttomanTurki sejak abad 16-hingga abad ke 19. Yatagan di pergunakan
oleh pasukan elit Janissary dan pasukan infanteri dengan versi khusus yang
lebih kecil dan ringan. Berdasarkan kutipan dari informasi yang diliris oleh
TCF ( Lembaga Kebudayaan Turki ) pedang Yatagan ini bermula sejak era kerajaan
Seljuk yaitu cikal bakal kerajaan Turki Usmani. Seorang jenderal sekaligus pembuat
senjata yang mahsyur “ Osman bey” diyakini sebagai penciptanya. Dia berhasil
menaklukkan wilayah Yatagan di sekitar barat Daya Turki sekarang, dan
dianugerahi gelar “Yatagan baba” ( Bapak Yatagan ). Lalu pedang khas tersebut
di produksi dan dinamai juga sesuai denga asal tempat pembuatannya yaitu
Yatagan.
“The yatagans used by
janissaries and other infantry soldiers were smaller and lighter than ordinary
swords so as not to hinder them when carried at the waist on the march”.
Kombinasi keberanian pasukan elit Turki usmani dan kehandalan pedang Yatagan yag mereka gunakan dalam peperangan menjadi sangat terkenal sekaligus menakutkan bagi pihak lawan. Ia adalah senjata tebas yang sangat efektif karena bobotnya tergolong ringan sekaligus mematikan. Kekuatannya tidak perlu diragukan, karena ia dibuat dengan baja keras pada sisi mata tajamnya dan dengan teknik tempa tertentu dibagian punggung bilahnya di buat dari bahan baja yang lebih lentur. Konstruksinya lurus tetapi agak membungkuk di sepertiga bagian ujungnya yang melancip.
Kembali lagi kepada bilah
temuan di ruang peyimpanan Museum yang mirip dengan Yatagan tadi,
penulis segera mencari referensi visual dan meninjau ciri-cirinya secara
detail. Dapat disimpulkan dugaan sementara bahwa bilah pedang yang di maksud
adalah identik dengan Pedang Yatagan Turki Usmani. Kondisinya cukup
memprihatinkan dan terdapat kerusakan serta bagian-bagian yang hilang. Namun
struktur secara keseluruhan masih utuh terutama pada bilah.
Bagian kepala gagang adalah petunjuk awal, ia berbentuk
seperti sepasang cuping yang lebar dan simetris, terbuat dari kayu hitam keras,
kemungkinan kayu ebony. Bagian pegangannya telah diikat dengan kain dan lilitan
rotan. Namun dibalik ikatan tersebut kami berhasil menemukan lempengan logam
hiasan bermotif bintang berjajar, sepanjang bagian tengah gagang seakan
membelahnya menjadi simetris. Juga terlihat pasak logam yang menyatukan antara
gagang dan bilahnya. Sayangnya pelat logam hiasan berukir di bagian punggung pangkal
bilah sudah tidak ada lagi.
Dihari berikutnya Tim KPSB PetaBelitung mencoba melihat lebih rinci pada pedang tersebut, dengan disaksikan oleh kepala Museum Pemkab Belitung Bapak. Jefry dan beberapa staff nya, kami memulai tahap pembersihan pada bilah dan gagang. Ikatan rotan dan kain tersebut dibuka agar dapat melihat lebih jelas pada pelat logam hiasan yang terdapat di punggung dan bagian bawah gagang.
Setelah dibersihkan warna
asli logam hiasan tersebut berwarna putih mengkilap, kemungkinan besar logam
perak. Corak ukirannya kini terlihat lebih jelas dan indah, sehingga muncul
perasaan yang meluap akan harapan bahwa benda tersebut adalah Yatagan turki
autentik.
Berikut adalah perbandingan
visual antara Yatagan koleksi museum Turki dengan bilah yang diduga Yatagan di
Museum Pemkab Belitung.
Anda sekalian dapat melihat sendiri betapa banyak kesesuaian
diantara keduanya bahkan hingga bagian yang mendetil misalnya jumlah pasak
logam pada gagang yang sama-sama berjumlah 3 pasak. Hal mengenai ke autentikan
“Yatagan” Belitung ini nampaknya memerlukan tindak lanjut penelitian yang
mendalam yang melibatkan pakar weaponologi dan ahli Histografi agar dapat
mengungkap misteri dibaliknya.
Dalam perspektif sederhana bagi penulis setidaknya ada 3
kemungkinan yang melatari keberadaan benda ini dari sebuah empire Islam
terbesar didunia pada waktu itu hingga sampai ke Pulau Kecil di persimpangan
alur perdagangan yakni Pulau Belitung.
Pertama, benda tersebut kemungkinan dibawa oleh perwira
utusan Turki Usmani yang kita ketahui di abad ke 16 telah memiliki hubungan
yang erat dengan Kerajaan Pasai, Malaka dan Demak. Bukan hal mustahil apabila di
dalam perjalanan mereka menuju Demak di pulau Jawa, armada tersebut singgah di
Pulau Belitung.
Kemungkinan Kedua, Yatagan tersebut dibawa oleh perantau
dari kerajaan Pasai ke Belitung. Fakta dari Jejak korespondensi pada abad ke-16
kesultanan Pasai kepada Turki Usmani di masa pemerintahan Sultan Selim II yang
menyanggupi bantuan berupa logistik persenjataan, bahkan disusul dengan bala
bantuan pasukan ke Aceh-Pasai untuk menghalau Portugis. Banyak diantara pasukan
militer dari Turki tersebut memutuskan menetap di Aceh, dan menjadi tokoh besar
Pasai salah satu diantaranya yaitu Ghazi bin Mustafa, kemudian di kenal dengan
nama”Tengku di Bitai” hingga beliau wafat di Aceh. Mungkinkah salah satu dari
dari mereka melanjutkan perantauannya hingga ke Pulau Belitung setelah
peperangan berakhir? Wallahua’lam.
Dan ketiga adalah, petunjuk yang penulis dapat dari salah seorang relasi pengamat bilah nusantara, bahwa ia pernah melihat bilah yang serupa di forum internet. Bilah tersebut seingat beliau berasal dari Palembang, namun belum dapat dipastikan kebenarannya lantaran harus mengkonfirmasi ulang dengan pemiliknya langsung. Jika memang Palembang pernah menerima bantuan Logistik militer dari Kesultanan Turki, adalah hal yang wajar apabila Palembang menghadiahkan salah satu diantaranya kepada penguasa di Belitung yang merupakan wilayah vassal kesultanan Palembang Darussalam.
Keberadaan Pedang Yatagan di Nusantara termasuk sangat langka, karena Yatagan bukanlah komoditas umum perdagangan sipil pada masanya. Ia merupakan atribut elit militer dan relik kebanggan bangsa turki Usmani. Keberadaannya di Museum Tanjung Pandan adalah tanda tanya besar yang layak untuk diungkapkan.
Ketiga kemungkinan diatas hanyalah dugaan paling dasar, dan
sekali lagi patut di buktikan melalui penelusuran yang mendalam. Semoga kita
semua segera mendapatkan kejelasan petunjuk dari hal tersebut. Namun terlepas
dari itu, adalah suatu kebanggaan dimana terdapat bukti awal yang
mengindikasikan persinggungan antara masyarakat pulau Belitung dengan
bangsa-bangsa luar telah terjadi di masa silam. Wallahua’lam.(*)
Refrensi
http://www.turkishculture.org/military/weapons/sword-knives/yatagan-the-turkish-332.htm
https://steemit.com/war/@mustaqimway/the-relationship-between-aceh-and-turkey
https://www.pinterest.co.kr/pin/334462709831306701/
Koleksi lukisan cat minyak Ottoman di Metropolitan Museum of
art New York city di ambil dari situs pinterest.
Foto dokumentasi Tim KPSB PetaBelitung.